Kamis, 19 November 2015

Kota Ho Chi Minh dalam Catatan



Catatan 1.
Saat pertama kali saya mengunjungi Ho Chi Minh dan mendarat di Bandara Tan Son Nhat, untuk ke kota saya menggunakan bus kota nomor 152 yang berangkat dari Bandara dan berakhir di Ben Thanh Market. 
Bus Kota 152 tujuan Ben Tanh Market parkir didepan Bandara

Penumpang naik didepan, membayar pada pengemudi lalu duduk. Tentu saja kondisi seperti ini sangat menyulitkan pendatang. Apalagi wajah saya yang hampir sama dengan penduduk lokal, hasilnya dibentak-bentak sopir karena salah dalam membayar. 
Petugas memungut ongkos bus, hati-hati, backpack diletakkan di kursi bisa kena ongkos

Untunglah sekarang ini penumpang bus kota langsung duduk kemudian akan dihampiri petugas dengan seragam hijau gelap, mampu berbahasa Inggris, untuk menarik ongkos. Ongkos yang saya bayar persis seperti tertera di karcis bus VND 5000,-. Teman saya menaruh backpack-nya dikursi yang kebetulan kosong, ternyata juga dikenai karcis sama dengan manusia VND 5000,-.

Catatan 2.
Ben Thanh Market, pasar yang menjadi tujuan para pendatang. Berbeda dengan pasar sejenis yang ada di Malaysia, Singapore dan Thailand yang pedagangnya ramah menyilahkan pengunjung melihat-lihat, di Ben Thanh jauh berbeda. 
Ben Thanh Market didepan pemberhentian bus Ben Thanh
 Dulu didepan pasar ada patung kuda sekarang sudah tidak ada lagi

 Pedagangnya kelebihan semangat, mereka bisa mengejar calon pembeli, apalagi kalau kita terlalu lama melihat dagangannya. Memaksa untuk menawar dagangannya dan mengolok-olok kalau tawaran kita bagi mereka tidak pantas. 

 Namun teman saya bisa membeli tas kecil satu set (isi 6 buah) yang ditawarkan VND 250.000,- menjadi VND 100.000,-. Diantara pedagang itu ada yang bisa berbahasa Melayu, hal ini disebabkan banyaknya turis dari Malaysia yang mengunjungi Vietnam. Saran saya kalau hanya ingin tahu apa itu Ben Thanh Market, masuk saja jalaaaannnn pelan-pelan tidak perlu berhenti dan memperhatikan dagangan, kecuali memang ingin berbelanja.

Catatan 3.
Kota Ho Chi Minh atau Sai Gon dibagi menjadi distrik-distrik. Ben Thanh Market termasuk didalam area Distrik 1. Distrik 1 inilah tempat ikon-ikon Vietnam berada tentunya diluar Chi-Chi Chanel yang terkenal dengan terowongan Vietkong itu. Semua tempat berdirinya bangunan ikon kota dan negara tersebut tidak terlalu jauh dari Ben Thanh Market, dengan berjalan kaki, bagi backpacker tidak terlalu jauh.
Sai Gon Central Mosque. Semua pengumuman berbahasa Melayu

Kantor Pengurus Masjid ada di kanan masjid.

Saran saya, kalau sudah ada di lingkungan Ben Than, awali perjalanan dengan naik bus kota nomor 19 dari pemberhentian bus kota Ben Than. Saat bus melewati tepi sungai Mekong, mintalah untuk berhenti pada pak kondektur. Berbeda dengan di Surabaya, bus kota di Vietnam hanya berhenti di Halte yang telah ditentukan…..oh ya harga karcis bus nomor 19 adalah VND 6000,- Dari tepi sungai Mekong berjalan kaki ke Masjid besar (Central Mosque) untuk para Muslim, kemudian dilanjutkan ke Gedung Konser atau Opera House yang dibangun tahun 1897. Dari Gedung Konser lanjut ke Gereja Kathedral dan Kantor Pos. Kemudian ke Gedung Reunifikasi, Museum Ho Chi Minh dan Museum Perang. Tiket masuk berkisar antara VND 15.000,- sampai VND 30.000,-.
Wuwu, ada yang tahu wuwu? alat penjebak ikan di sungai yang diperagakan disamping gedung Opera House.

 City Hall atau Ho Chi Minh City's People Comittee Building, sayang saat itu sedang renovasi

Berturut kebawah adalah Kantor Pos yang tetap aktif sebagai kantor pos meskipun dibanjiri turis, didalamnya banyak penjual cinderamata.
 
Kemudian Gereja Notre Dame Cathedral yang tepat berdiri didepan Kantor Pos.

Re-unification Palace, tempat penandatanganan bersatunya dua Vietnam yang dulunya merupakan Istana Presiden Vietnam Selatan

Bagian depan Museum Perang yang dipelatarannya terdapat banyak kendaraan perang seperti tank dibawah ini:
 



Catatan 4.
Menurut catatan para Traveller, taxi yang bisa dipercaya di Sai Gon ada dua yaitu Taxi Vinasun yang warnanya putih dan Taxi Milinh yang catnya hijau. Saat keluar dari Museum Perang cuaca sedang hujan, padahal saya harus segera ke Stasiun Kereta Api Ga Sai Gon untuk membeli tiket ke Da Nang yang berangkat jam 19.30. saat ini masih siang, andaikata tidak hujan, jalan kaki-pun tidak terlalu melelahkan. Karena hujan apa boleh buat, berbagai Taxi lewat didepan Museum Perang, namun saya berpegang pada advis Vinasun atau Milinh. Lewat Taxi Vinasun, stop, masuk ….. go to Ga Sai Gon. Entah ini Taxi Vinasun abal-abal atau Vinasun palsu atau sopir Vinasun-nya yang memanfaatkan cuaca hujan dan memperkirakan saya terburu-buru ke stasiun …. Argo meternya ngebut sekali….. akhirnya setelah sampai di stasiun sepur saya harus mengeluarkan VND 380.000,- untuk jarak yang tidak terlalu jauh.
Setelah tertipu, maka kemanapun akhirnya saya menggunakan Taxi ini.

Sebagai bandingan saat saya menggunakan Taxi Milinh dari Ga Sai Gon menuju Hotel dekat bandara yang jaraknya lebih jauh dan muter-muter saya hanya mengeluarkan dana VND 140.000,- Saran saya sebaiknya naik atau pilih saja Taxi Milinh dengan cat hijau yang disalah satu pintunya ada stiker tarip. Yang jelas saya kecewa sekali dengan Taxi Vinasun yang katanya jujur itu.

Catatan 5.
Kalau hendak naik kereta api jangan lupa menyiapkan paspor, sebab harga tiket untuk warga lokal dan warga asing jauh berbeda. Namun ada keuntungan, dengan tujuan yang sama, bisa terjadi tiket untuk warga lokal habis tetapi untuk pendatang masih tersedia.

Harga tiket untuk warga asing juga dibedakan sesuai dengan usia, untuk usia 60 tahun ke-atas mendapat reduksi 20%, sedangkan warga asing dengan usia dibawah 60 tahun tetap bayar penuh. 

Tiket manula dari Sai Gon ke Da Nang VND 555.000,- dari harga normal VND 693.000,- untuk kelas Soft Seat.

Catatan 6.
Pulang…pulang dan pulang. Karena sudah boarding online, dan dipetunjuk ada gambar kalau tidak ada bagasi bisa langsung ke Imigrasi, maka seperti saat di Bandara Juanda, Bandara KLIA 2 saya melenggang ke Imigrasi dan antri. Sampai giliran saya …. Lha kok pak petugas Imigrasi yang pakai pangkat dipundak menolak paspor saya …. Lho ….why sir ….. tanpa berkata dia menunjuk ke boarding pass saya sambil menggenggam tangan dan menunjukkan seperti orang menyetempel.

 Cilaka…sudah antri panjang lha kok ternyata masih disuruh checkin ke tempat airlines. Iki piye lha kok berbeda …. Keluar dari antrian saya berlari keluar lagi dan mencari airlines yang mengeluarkan boarding pass saya. 
 Urutan ini tidak berlaku di Bandara Vietnam

Untung sepi dan saya langsung menyodorkan boarding pass saya sambil protes: “Walah mbakyu, lha kok masih harus checkin disini?” si Mbakyu yang pakai seragam merah bilang kalau untuk warga asing harus ada cap konfirmasi dari airlines. 

Nah, sidang pembaca yang terhormat …. Backpaker’s note saya kali ini, kalau mau keluar dari bandara di Vietnam checkin dulu meskipun kata boarding pass sudah tidak perlu checkin lagi. Di Vietnam tidak berlaku.

Selasa, 17 November 2015

12 Jam di Kota Hue Vietnam Tengah - Bagian 2



Bagian 2 
Jarak antara hotel tempat bermalam sampai dengan Stasiun Kereta Api Hue hanya 2 Km, namun cuaca yang panas terik membuat kami memilih naik taxi. Rekomendasi taxi di Hue adalah taxi berwarna hijau Mailinh dan ingat di salah satu pintunya ada stiker yang menyatakan tarip taxi tersebut, pengemudi dengan pakain puth rapi berdasi hijau. Tujuan ke Stasiun Kereta Api adalah memesan tiket ke Nha Trang untuk perjalanan nanti malam.
Stasiun Kereta Api Hue, bertemu dengan Solo Backpacker dari Miri, Shanna Won

Berbeda dengan Stasiun Sai Gon yang memberikan potongan 20% bagi manula, 
Stasiun Hue tidak menerapkan kebijakan seperti itu, 
jadi saya bayar sama dengan yang bukan manula.

Tujuan setelah membeli tiket kereta api adalah mengunjungi Citadel, sebuah kediaman kerajaan Vietnam di Hue, yang pada tahun 1802 - 1945 merupakan ibu kota Dinasti Nguyen. Dinasti terakhir  di Vietnam. Raja yang terakhir yang memerintah adalah Raja  Bao Dai yang  naik takhta  pada Januari 1926. Setelah Revolusi Agutus  mencapai kemenangan pada tahun 1945,  Raja Bao Dai mundur  pada tanggal 25 Agustus  1945. Sangat disayangkan, Raja Bao Dai harus hidup sebagai orang migran di negara Perancis sejak tahun 1953 yang kemudian wafat ditahun 1997. Supaya tidak dibebani bacpack yang terasa semakin berat, kami menitipkan backpack ke petugas stasiun dengan membayar setiap backpack $ 1,- selanjutnya berjalan kaki menuju komplek Citadel yang tidak terlalu jauh dari Stasiun Hue.
Di depan kampus Universitas Dai Hoc Hue, foto sejenak bergaya seperti Dosen tamu

Lewat lapangan luas ditepi Parfum River, terdapat bangunan peninggalan kerajaan Hue

Untuk mencapai area Citadel harus menyebrangi Parfum River, 
dibawah jembatan lalu-lalang perahu-perahu wisata.

 Beteng megah berdiri didepan Citadel dengan bendera merah besar berkibar diatasnya.

Terdapat dua gerbang menyekat area Citadel, gerbang luar dan gerbang dalam.

Gerbang dalam yang juga berfungsi sebagai pintu masuk Citadel.

Untuk masuk kedalam komplek  Citadel saat itu, foreigner masuk lewat pintu gerbang sebelah kiri sedangkan war ga Vietnam masuk lewat pintu kanan. Perbedaan ini ternyata digunakan untuk membedakan harga tiket masuk yang dijual bagi warga Vietnam dan Orang Asing. Inilah yang paling tidak menyenangkan di Vietnam, saya harus mengeluarkan uang VND 30.000,- untuk ongkos bus dari Da Nang ke Hoi An. Sementara penumpang warga lokal hanya membayar VND 20.000,- untuk asal dan tujuan yang sama. Demikian juga dengan harga tiket kereta api, terdapat disparitas harga yang cukup tinggi antara warga lokal dan Orang Asing. Untuk masuk ke Citadel warga lokal hanya dikenai VND 50.000,- sementara Orang Asing dikenai VND 150.000,-. Namun saya juga berpikir mundur, saat saya ke Semarang, saya hanya bayar Rp. 2.000,- untuk masuk ke komplek Sam Pho Kong, sementara Orang Asing dikenai biaya Rp. 10.000,-. Alangkah baiknya kalau meniru seperti di Thailand, harga tiket tidak dibedakan antara Orang Thailand dengan Orang Asing, atau pengetahuan saya yang belum sampai.
 Tiket masuk seharga VND 150.000,-

 Tiket seharga VND 150.000,- membawa kita untuk memulai explore bagian dalam Citadel. sayangnya saat ini museum yang berada diatas pintu gerbang ditutup dan tidak boleh dimasuki.

Sebaiknya menikmati penayangan sejarah yang diceritakan melewati sebuah TV datar lebih dahulu sebelum berkeliling area Citadel.
Komplek Citadel cukup luas, kehancuran disana-sini akibat perang Vietnam sedikit demi sedikit kelihatan mulai dibenahi. Saya melihat ada seorang pengrajin yang dengan teliti merestorasi ukiran sebuah pintu bercat merah. 
 Seorang pengrajin dengan teliti melakukan restorasi pada sebuah daun pintu kuno.


Bangunan komplek Ibu Suri yang beberapa tahun lalu runtuh terbakar akibat bom saat ini sudah berdiri kokoh menduplikasi bangunan aslinya. Bangunan dan isinya tempat singgasana raja tidak boleh diambil gambarnya, entah alasannya apa, mungkin saja alasan spiritual yang menyangkut masalah penghormatan. 

Berkeliling Citadel memang melelahkan, untuk itu disediakan mobil listrik dan kereta kuda yang tentu saja harus membayar dalam jumlah yang cukup besar. Bahkan karena jauhnya jarak antara gerbang luar dan pintu masuk, disediakan mobil listrik untuk menjemput dan mengantar. Kalau ini sekali jalan dari gerbang luar sampai pintu masuk atau sebaliknya dipatok tarip VND 50.000,-
Bisa sewa kereta kuda untuk berkeliling

Atau naik mobil listrik.


Akhirnya setelah mampir di sebuah CafĂ© untuk minum kopi Vietnam, kami kembali ke Stasiun Kereta Api Hue, menunggu kereta api yang akan membawa kami ke Nha Trang …….. dan yang jelas sore ini kami tidak mandi yang bisa saja tidak mandi sampai lusa…..

Belum baca Bagian - 1 ...klik ini: http://ikutsangsurya.blogspot.co.id/2015/11/12-jam-di-kota-hue-vietnam-tengah.html
Sedangkan awal perjalanan saya bercerita di: http://ikutsangsurya.blogspot.co.id/2015/11/dari-surabaya-ke-ho-chi-minh-lewat.html