Sabtu, 26 Januari 2013

Hoi An Ancient Town



Saya membaca dari Wikitravel sebuah artikel sebagai berikut: “Hoi An, once known as Faifo, with more than 2,000 years history, was the principal port of the Cham Kingdom, which controlled the strategic spice trade with Indonesia from the 7th to the 10th century and was a major international port in the 16th and 17th centuries - and the foreign influences are discernible to this day…..” dan dari Wikipedia saya baca artikel:It is recognized as a World Heritage Site by UNESCO. Hoi An Ancient Town is an exceptionally well-preserved example of a South-East Asian trading port dating from the 15th to the 19th century”


Tertarik dengan kata Indonesia serta adanya informasi yang saya terima bahwa Hoi An merupakan sebuah kota kecil di Vietnam yang terbebas dari Perang Vietnam. Maka Hoi An merupakan sebuah kota kecil yang harus saya kunjungi saat saya berkelana menyusuri  Vietnam dari Saigon sampai Hanoi. Saya membayangkan bagaimana saat abad ke 7, Hoi An sudah merupakan sebuah bandar internasional. Pedagang rempah-rempah dari Indonesia sudah sampai disana, entah dagangan apa yang diperdagangkan saat itu. Termasuk juga didalam sejarah yang mengkisahkan tentang Putri Champa.

Cerita yang saya sampaikan ini adalah salah satu cara yang murah untuk menjangkau Hoi An, meskipun cara yang lain juga cukup banyak. Namun berjalan sambil mendekatkan diri dengan kehidupan penduduk setempat adalah moto saya yang harus saya pertahankan selama saya melakukan travelling.
Dengan menggunakan kereta api yang cukup baik, yaitu SE 2 yang melayani trayek Saigon – Hanoi saya berangkat dari Ga Saigon pukul 19.00. 

Tiket Kereta Api seharga 573.000,- Dong

Sebenarnya ada kereta rakyat yang harga tiketnya sangat murah, namun saya takut jatuh sakit karena dengan menggunakan SE 2 saja, kereta masuk Ga Da Nang sudah pukul 12.30 ke-esokan harinya.  Berarti selama 17,5 jam saya duduk di kereta api dan tanpa terasa telah menempuh jarak 935 Kilometer antara Saigon – Da Nang. Iklim di Vietnam berada di daerah batas iklim, Saigon memiliki iklim sama dengan iklim di Indonesia.  

.

Sedangkan Da Nang sudah mendekati daerah sub tropis, suhu udara sudah bisa turun dibawah 20 derajad Celcius dan hujan selalu turun meskipun rintik-rintik. Didepan stasiun, ada pertigaan jalan, ditikungan sebelah kanan jalan ada rumah makan, saya minta Pho panas semangkuk, lumayan sejak kemarin belum makan. 



Setelah badan hangat saya berjalan lurus dari stasiun setelah melewati warung tadi ada perempatan jalan besar, belok kekiri dan berjalan terus agak jauh lewat beberapa persimpangan sampai diseberang kanan jalan terpancang  tanda Bus Stop Da Nang – Hoi An. 



Menyeberang jalan harus hati-hati, pengendara sepeda motor sama dengan di Surabaya dan jangan lupa sisi jalan yang digunakan adalah sisi kanan, sebab kemudi mobil berada disisi kiri. 




Bus kota Da Nang – Hoi An muatannya campur aduk, mulai para Traveller sampai bakul dan ibu-ibu yang baru pulang belanja dari pasar. Wajah saya yang serupa dengan mereka membuat saya menjadi susah, karena selalu diajak bicara dalam bahasa lokal. Ibu kondektur terus menghujani saya dengan pertanyaan yang tidak mungkin saya jawab. Bagaimana bisa menjawab, lha yang ditanyakan saya tidak tahu. Namun akhirnya dia tertawa dan mengusir seorang anak muda dari tempat duduknya yang kemudian diberikan ke saya. Ini berkah dari usia saya yang sudah tua dan rambut yang putih tapi masih senang kluyuran. Sampai Hoi An hujan belum berhenti, di terminal bus tidak ada tempat untuk berteduh sementara warung-warung sudah tutup mungkin karena hari sudah sore. Dari terminal bus berjalan kearah jalan besar (arah datangnya bus) kemudian belok kiri menyusuri jalan yang sepi tapi lebar. Ada hotel besar dikanan jalan, saya lihat ini bukan hotel untuk kelas saya, kalau saya tidur disitu salah-salah habis uang saya. 


 
Jadi saya terus berjalan sehingga menemukan deretan beberapa hotel kecil yang taripnya USD 15,-, saya pilih salah satu yang menurut saya menarik.


 Petunjuk jalan ke lokasi Kota Lama



 Tepian sungai yang indah




 Kursi besi yang usianya sudah se-abad lebih



 Japanese Bridge yang menjadi ikon


 Hiasan Lampion Hari Raya Tet, indah mengias rumah-rumah penduduk 



 Pasar Di Hoi An 

 Mau pilih sepatu?


 atau beli sayur Pare, tomat....

 daun pandan, salam, kunyit, pisang..... 

 Barangkali mau reparasi jam tangan, jam tembok 


atau beli kurungan burung, jepretan tikus....juga ada. 
Tidak berbeda dengan pasar di Jombang, Mojokerto atau di Wonokromo